لَتُفْتَحَنّ الْقِسْطَنْطِيْنِيّةُ فَلَنِعْمَ الْأمِيْرُ أمِيْرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذلِكَ الْجَيْشُ (رَوَاهُ أحْمَد والْحَاكمُ)
“Kota Kostantinopel (Istanbul sekarang) benar-benar akan ditaklukan oleh seorang panglima. Panglima tersebut adalah sebaik-baiknya panglima dan sebaik-baiknya tentara” (HR Ahmad dan al-Hakim).
Hadits ini baru menjadi sebuah kenyataan setelah sekitar 800 tahun kemudian dari masa hidupnya Rasulullah. Ialah ketika kota Istanbul takluk di tangan sultan Muhammad al-Fatih. Sebelum beliau, telah banyak panglima yang berusaha untuk menaklukan kota tersebut, termasuk ayah dari sultan Muhammad al-Fatih sendiri, yaitu sultan Murad ats-Tsani. Tentu mereka semua berkeinginan sebagai orang yang dimaksud oleh Rasulullah dalam pujiannya dalam hadits di atas. Namun ternyata hanya sultan Muhammad al-Fatih yang dapat menaklukan kota kostantinopel hingga jatuh secara penuh ke dalam kekuasaan kaum Muslimin.
Sejarah telah mencatat bahwa sultan Muhammad al-Fatih adalah seorang yang dalam akidah pengikut al-Imam Abu al-Hasan Asy’ari yang sangat tulen. Dalam akidah, beliau sangat kuat memegang teguh Ahlussunnah Wal jama’ah di atas madzhab Asy’ariyyah. Beliau sangat mencintai para ulama dan kaum sufi. Dalam hampir segala keputusan yang beliau tetapkan adalah hasil dari pertimbangan-pertimbangan yang telah beliau musyawarahkan dengan para ulama dan kaum sufi terkemuka. Bahkan sebelum beliau memutuskan untuk turun menaklukan Kostantinopel beliau bermusyawarah dengan guru-guru spiritualnya tersebut. Musyawarah di sini tidak hanya terbatas untuk membentuk mental dan spirit semata, namun juga pembahasan tentang metode, alat-alat perang, perbekalan dan lain sebagainya.
Kemudian salah satu senjata terpenting yang tertancap kuat dalam keyakinan sultan Muhammad al-Fatih adalah kekuatan tawassul. Karena itu, sebelum turun ke medan perang beliau bertawassul dengan Rasulullah. Beliau meminta kepada Allah agar diluluskan cita-citanya dengan menjadikan Rasulullah sebagai wasilah atau
perantara dalam doanya tersebut. Dengan demikian hadits di atas, secara tersirat, memberikan pelajaran penting kepada kita bahwa tawassul adalah sesuatu yang telah disyari’atkan dalam Islam.
Pujian Rasulullah terhadap panglima penakluk Kostantinopel dalam hadits di atas adalah salah satu bukti kuat akan kebenaran akidah yang diyakini oleh panglima tersebut. Juga bukti kebenaran akidah dari bala tentara atau orang-orang yang bersamanya. Mereka itu semua adalah kaum Asy’ariyyah, kaum yang berkeyakinan akan kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya. Berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, bahwa Allah suci dari segala bentuk dan ukuran, dan bahwa Allah tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Mereka adalah kaum yang berkeyakinan tentang disyari’atkannya tawassul, baik bertawassul dengan para Nabi, maupun betawassul dengan para wali Allah ataupun orang-orang saleh lainnya. Karenanya, tidak sedikit dari para pengikut sultan Muhammad al-Fatih adalah orang-orang mulia yang berasal kalangan sufi dan para pengikut tarekat.
[baca tulisan as-Sayyid al-Imam Abdullah ibn Alawi al-Haddad, Shahib Ratib, tentang kebenaran akidah Asy'ariyyah dari catatan2 di halaman ini].
Ambilah Kabar Gembira ini......!!!!! Jangan anda sia-siakan......!!!!!!!
No comments:
Post a Comment